TEMPO.CO, Jakarta
- Di Banda Aceh, perlakuan diskriminasi terhadap anak punk bukan kali
ini saja terjadi. Pada pertengahan Februari lalu, belasan anak punk
dirazia petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayathul Hisbah (polisi
syariat). Selain mendapat pengarahan tentang agama, rambut mereka juga
dipotong hingga plontos.
Sedangkan sekitar bulan Mei, petugas
Satpol PP dan Wilayathul Hisbah membubarkan lokasi perkumpulan komunitas
punk. Pembubaran tersebut merupakan buntut tawuran saat balap motor
antarpemuda di Aceh.
Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Aceh
Thamrin Ananda mengatakan pembubaran tempat perkumpulan komunitas punk
itu karena masyarakat menganggap kumpulan seperti itu akan memicu
tindakan kriminal. "Anak punk itu kerap dijadikan kambing hitam di sini
(Aceh). Padahal mereka hanya ingin ekspresi saja," kata Thamrin, Kamis,
15 Desember 2011.
Thamrin meminta polisi dan pemerintah agar
lebih membuka diri. Selama komunitas punk tidak melanggar aturan dan
hukum, kata dia, biarkan mereka berekspresi. Alasan Thamrin, komunitas
punk tidakah berbeda dengan kumpulan seni lainnya. Hanya cara mereka
menunjukkan diri yang berbeda.
"Kalau ada anak punk yang melawan hukum, dia saja yang dihukum, jangan seluruh komunitasnya," ujar Thamrin.
setuju oi oi oi
BalasHapushttps://www.facebook.com/rizky.imamamashud
oi oi oi!
BalasHapus