salah satu penyebab bangsa ini susah bangkit dari keterpurukan adalah
betapa sulitnya mancari ruang2 dialog dalam menyelesaikan masalah yang
menyangkut kepentingan bersama. tujuan yang awalnya adalah mencari
solusi ato jalan keluar lewat dialog akhirnya tidak tercapai karena
kebuntuan proses berpikir masyarakat yang enggan mendesain suatu
gagasan2 yang bersifat berkeadilan. proses berpikir masyarakat indonesia
pada umumnya adalah menerima apa yang telah menjadi warisan nenek
moyang dan petunjuk agama ( lebih cenderung ke pengertian simbolik ).
tampa adanya kemauan mengkaji dan menemukan formula yang baru agar di
aplikasikannya secara lebih elegan untuk kepentingan saat ini.
pokoknya apa yang menjadi petuah leluhur dan para pemuka agama adalah
sah dan mutlak ( lebih cenderung ke pengertian simbolik ). sebaliknya
yang bersebarangan akan dianggap sesat dilarang dan harus dimusnahkan.
meskipun pendapat yang bersebarangan itu mempunyai maksud yang mulia
yaitu untuk keadilan bersama atas dasar kemanusiaan.bukankah metode
larang dan musnahkan suatu kepercayaan sudah digunakan sejak jaman
barbar hingga sekarang, yaitu untuk menjaga integritas suatu
kepercayaan di lingkup bangsa yang berbudaya.kenapa kita masih
menggunakan metode non demokratis tersebut? yang realnya sangat banyak
menimbulkan gejolak2 di tengah masyarakat, yang sarat akan kekerasan dan
fanatisme berlebihan oleh suatu kelompok.tampa mau untuk berlapang dada
dan terus mengkaji dengan menggunakan logika yang lebih relevan yaitu
mencari solusi yang real sesuai dengan perhargaan terhadap kemanusiaan
dengan cara dialog.
hal2 diatas turut memicu mandegnya proses berpikir dan berintropeksi
diri. tumpulnya karya para pemikir baru sehingga tidak ada acuan yang
di ambil berdasarkan situasi yang berkembang saat ini. karena metode2
penyelesaian masalah sudah diambil ( dan bersifat mutlak ) dari gagasan
warisan leluhur dan dari para pemikir agama yang notabene agama
merupakan suatu gagasan atau produk2 tempo doeloe. bukan gw berpendapat
bahwa warisan2 leluhur dan agama itu adalah salah dan tidak tepat.gw
setuju warisan leluhur dan agama merupakan tolak ukur yang bukan saja
bagus tapi mulia jika di jadikan acuan dalam memecahkan suatu
permasalahan ( problem solving ) masa kini, tapi bukan harga mati dan
ketetapan mutlak. karena jika suatu keputusan jika di tetapkan secara
mutlak berdasarkan sudut pandang agama atau budaya tertentu di lingkup
yang heterogen dan plural maka akan menimbulkan ketidakadilan dan
cenderung pada pemaksaan. yang jangka panjangnya akan menimbulkan
konflik terbuka yang tentu saja menimbulkan banyak korban manusia.
dari mandegnya proses berpikir masyarakat akhirnya timbul suatu
wacana berpikir yang simpel dan cenderung diskriminatif ( pendangkalan
opini ) sehingga sulit mencapai ruang dialog yang
dialogis.sehingga jalan pintasnya adalah kekerasan, salah satunya adalah
budaya tawuran yang sebenarnya adik dari budaya perang,anak dari budaya
adu domba dan cucu dari budaya primitif.satu keluarga komplit!
sejarah telah mengajarkan bawah suatu faham ideologi, dan teologi (
agama ) yang cenderung di paksakan ke peradaban yang berbeda. paling
banyak menimbulkan pertumpahan darah dan korban jiwa. jutaan nyawa telah
melayang demi faham, ideologi dan teologi ( agama ). pemusnahan ras
manusia dan kejahatan besar lainnya adalah proteksi integritas dan
pemaksaan penyebaran demi menjaga kesucian suatu faham, ideologi, ato
agama.
umumnya generasi muda hanyalah sebagai konsumtif dan pemakai hukum2
yang telah di buat oleh generasi pendahulu.tampa berusaha untuk mengkaji
dan menelaah per item yang menjadi acuan. semua hukum di ciptakan untuk
menegakan keadilan dan penegakan supremasi hukum itu sendiri. tapi
tidak semua hukum itu mempunyai solusi nilai keadilan. karena pada
dasarnya hukum yang dibuat oleh para pendahulu adalah hukum yang
berdasarkan kondisi pada saat itu. kita sebagai generasi muda seakan
menjadi tentara2 temporary yang siap di pakai jika negara menyatakan
perang ke negara lain demi menjaga integritas hukum bangsa ini, yang
belum tentu bangsa lain bisa menerimanya. masih ingat waktu timor leste
masih bergabung dengan indonesia sebagian dari masyarakat sana
menggangap bangsa indonesia sebagai penjajah, dengan menyebut ”orang
indonesia” dengan sebutan javanese ( java penjajah komponis ) .
dialog! itu yang penting tampa harus meninggalkan asas kepentingan
bersama. bersikap saling menghormati dengan asas saling menghargai
perbedaan. gw yakin jaman terus berubah dan manusia akan terus mencari
dan terus mencari solusi2 yang terbaik. sejarah merupakan refleksi
penting untuk kita mau berintropeksi diri dan belajar dari
sejarah,sejarah juga telah mengajarkan betapa pemaksaan suatu faham atao
teologi yang bersifat pelanggaraan HAM, akan selalu memicu
ketidakadilan dan pertumpahaan darah yang luar biasa, yaitu pemusnahan
suatu ras manusia. bukankah itu yang terjadi sekarang yang di lakukan
oleh para teroris dengan dogma kafirnya, dan oleh para kaum
fundamentalis agama, yang seakan – akan menjadi tuhan di dunia ini.
kita tentu ingat sejarah perang salib, sebagai akibat dari dominasi
agama ke dalam sendi2 kehidupan masyarakat. agama dijadikan acuan
sehingga pemimpin2 gereja yang selalu membawa nama tuhan bisa bertindak
seenaknya,ini merupakan salah satu kesalahan sejarah yang menjadi
pelajaran yang sangat berharga. bahwa pemaksaan suatu ajaran agama ke
sendi2 kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan suatu kemunduran dan
bukan solusi yang selalu cerdas dalam memecahkan suatu problem yang
kompleks dan heterogen.tidak ada kebenaran yang mutlak.tapi ada baiknya
semua kebenaran2 itu kita kumpulkan dan kita modifikasi sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan jaman, tampa harus meninggalakn nilai2 luhur
yang telah di buat oleh generasi sebelumnya bahwa semua ini untuk
kemanusiaan dan pengembangan kemanusiaan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar